TUGAS SPM
( Starategi Pembelajaran Matematika)
( Starategi Pembelajaran Matematika)
Teori Belajar
(prinsip
– prinsip belajar dari teori belajar aliran psikologi tingkah laku, antara lain
Thorndike, Skinner, Ausuble, Gagne, Pavlov, dan Baruda)
Disusun Oleh : Kelompok Dua
Nama :
Mellya Andriani Silaban 12150056
Rinala
Tanty Silalahi 12150097
Hasintongan
Nainggolan 12150083
Prodi :
Pendidikan Matematika
Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran Matematika
Dosen :
Drs. Rudolf B
Manurung,
M.Pd
Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas
HKBP Nommensen
2015
------------------------------------------------------------------------------------------------------
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Teori Belajar” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan,
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan hati, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Drs. Rudolf B
Manurung, M.Pd yang telah membimbing kami dalam mata kuliah
ini.
Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan baik dari segi bahasa maupun susunan penulisannya.
Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan
untuk langkah-langkah selanjutnya.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah terkait. Semoga segala bantuan,
bimbingan dan arahan yang diberikan mendapat balasan dari Yang Mahakuasa.
Pematangsiantar, 14 Maret 2015
Tim Penyusun
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Salah satu tugas guru adalah mengajar. Hal ini
menyebabkan adanya tuntutan kepada setiap guru untuk dapat menjawab pertanyaan
tentang bagaimana seharusnya mengajar. Dengan kata lain, setiap guru dituntut
untuk memiliki kompetensi mengajar.
Penguasaan teori belajar merupakan salah satu faktor
pendukung keberhasilan pengajaran matematika. Oleh karena itu, seorang guru
maupun calon guru perlu memperoleh wawasan tentang teori belajar dan dapat
menerapkannya dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas.
Teori belajar ialah teori yang bercerita tentang
kesiapan siswa untuk belajar sesuatu. Atau uraian tentang kesiapdidikan siswa
untuk menerima sesuatu (Ruseffendi, 1990 : 15).
Jadi pada prinsipnya teori belajar itu berisi tentang teori yang mempelajari perkembangan
intelektual (mental) siswa..
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan teori belajar ?
2.
Apa saja aliran teori belajar ?
3.
Apa saja Teori Belajar Aliran Psikologi
Tingkahlaku dan penerapannya dalam pengajaran
matematika ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan
latar belakang yang dikaji, maka makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan kita tentang teori belajar, sehingga dapat menjadi acuan dalam sebuah
rencana pembelajaran bagi kita sebagai calon pendidik agar dalam proses
pembelajaran lebih terarah, mudah dipahami dan tepat sasaran. Lebih dari itu
makalah ini juga bertujuan agar para pendidik lebih matang lagi dalam
mempersiapkan suatu pelaksanaan pembelajaran dikelas maupun diluar kelas.
---------------------------------------------------------------------------------
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Teori Belajar.
Teori
belajar disebut juga teori perkembangan mental, yaitu teori yang mempelajari
perkembangan intelektual (mental) siswa. Di dalam teori belajar terdapat dua
hal, yaitu:
1.
Uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan pada
intelektual anak.
2.
Uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai
hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu.
Teori belajar berbeda dengan teori
mengajar. Pada teori belajar tidak ada tujuan dan prosedur mengajar, sementara
pada teori mengajar berisi tentang
uraian petunjuk bagaimana semestinya
mengajar anak pada usia tertentu dan juga terdapat tujuan dan prosedur mengajarnya.
2.2 Teori Belajar Aliran Psikologi
Tingkahlaku
2.2.1
Teori Thorndike
Edward
L. Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan bahwa belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang
terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal – hal yang
dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, persaan atau
gerakan ( tindakan ). Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike
perubahan atau tingkah laku akibat kegitan belajar itu dapat berujud kongkrit
yaitu dapat diamati. Teori belajar
stimulus respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga Koneksionisme.
Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan
hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum yang
dikemukakan Thorndike, yang mengakibatkan munculnya stimulus respon ini, yaitu
hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exsercise) dan hukum
akibat (law of effect).
1.
Hukum Kesiapan ( law of readiness )
Hukum ini menerangkan bagaimana
kesiapan seseorang siswa dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang siswa yang
mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan
kemudian dia benar melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan
melahirkan kepuasan bagi dirinya. Seorang siswa yang mempunyai kecenderungan
untuk bertindak dan kemudian bertindak, sedangkan tindakannya itu mengakibatkan
ketidakpuasan bagi dirinya, akan selalu menghindarkan dirinya dari
tindakan-tindakan yang melahirkan ketidakpuasan tersebut. Dari ciri-ciri di
atas dapat disimpulkan bahwa seorang siswa akan lebih berhasil belajarnya, jika
ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar.
2.
Hukum Latihan ( law of ecexcise )
Menyatakan bahwa jika hubungan
stimulus respon sering terjadi akibatnya hubungan akan semakin kuat. Sedangkan
makin jarang hubungan stimulus respon dipergunakan, maka makin lemahlah
hubungan yang terjadi. Hukum latihan pada dasarnya mengungkapkan bahwa stimulus
dan respon memiliki hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses
pengulangan sering terjadi, dan makin banyak kegiatan ini dilakukan maka
hubungan yang terjadi akan bersirfat otomatis. Seorang siswa dihadapkan pada
suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan tanggapan secara
cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya. Kenyataan menunjukkan
bahwa pengulangan yang akan memberikan dampak positif adalah pengulangan yang
frekuensinya teratur, bentuk pengulangannya tidak membosankan dan kegiatannya
disajikan dengan cara yang menarik. Sebagai contoh untuk mengajarkan konsep
pemetaan pada siswa, guru menguji apakah siswa sudah benar-benar menguasai
konsep pemetaan. Untuk itu guru menanyakan apakah semua relasi yang
diperlihatkannya itu termasuk pemetaan atau tidak. Jika tidak, siswa diminta
untuk menjelaskan alasan atau sebab-sebab kriteria pemetaan tidak dipenuhi. Penguatan
konsep lewat cara ini dilakukan dengan pengulangan. Namun tidak berarti bahwa
pengulangan dilakukan dengan bentuk pernyataan dan informasi yang sama,
melainkan dalam bentuk informasi yang dimodifikasi, sehingga siswa tidak merasa
bosan.
3.
Hukum Akibat ( law of effect )
Thorndike mengemukakan
bahwa suatu tindakan akan menimbulkan pengaruh bagi tindakan yang serupa. Ini
memberikan gambaran bahwa jika suatu tindakan yang dilakukan seorang siswa
menimbulkan hal-hal yang mengakibatkan bagi dirinya, tindakan tersebut
cenderung akan diulanginya. Sebaliknya tiap-tiap tindakan yang mengakibatkan
kekecewaan atau hal-hal yang tidak menyenangkan, cenderung akan dihindarinya.
Dilihat dari ciri-cirinya ini hukum akibat lebih mendekati ganjaran dan hukuman.
Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan yang terlahir dari
adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan dari siswa, dan cenderung
untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Guru
memberi senyuman wajar terhadap jawaban siswa, akan semakin menguatkan konsep
yang tertanam pada diri siswa. Katakan “Bagus”, “Hebat”, “Kau sangat teliti”,
dan semacamnya akan merupakan hadiah bagi siswa yang kelak akan meningkatkan
dirinya dalam menguasai pelajaran. Stimulus ini termasuk reinforcement.
Sebaliknya guru juga harus tanggap terhadap respon siswa yang salah. Jika
kekeliruan siswa dibiarkan tanpa penjelasan yang benar dari guru, ada
kemungkinan siswa akan menganggap benar dan kemudian mengulanginya. Siswa yang
menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumah, namun hasil kerjanya itu tidak
diperiksa oleh gurunya, ada kemungkinan beranggapan bahwa jawaban yang dia
berikan adalah benar. Anggapan ini akan mengakibatkan jawaban yang tetap salah
di saat siswa mengikuti tes. Demikian pula siswa yang telah mengikuti ulangan
dan mendapat nilai jelek, perlu diberitahukan kekeliruan yang dilakukannya pada
saat siswa diberi tes berulang, namun
hasilnya tetap buruk. Ada kemungkinan konsep yang dipegangnya itu dianggap
sebagai jawaban yang benar. Penguatan seperti ini akan sangat merugikan siswa.
oleh karena itu perlu dihilangkan. Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan
bahwa jika terdapat asosiasi yang kuat antara pertanyaan dan jawaban, maka
bahan yang disajikan akan tertanam lebih lama dalam ingatan siswa. selain itu
banyaknya pengulangan akan sangat menentukan lamanya konsep diingat siswa.
Makin sering pengulangan dilakukan akan semakin kuat konsep tertanam dalam
ingatan siswa.
2.2.2
Teori Skinner
Burrhus Frederic
Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat
penting dalam proses belajar.
Ganjaran merupakan respon yang sifatnya
menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subyektif, sedangkan
penguatan merupakan suatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu
respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan
diukur.
Teori Skinner
menyatakan penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif.
Penguatan dapat
dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan
meningkatnya perilaku siswa dalam melakukan pengulangan perilakunya itu.
Penguatan negatif
adalah bentuk stimulus yang lahir akibat dari fespon sisw yang kurang atau
tidak diharapkan. Penguatan negative diberikan agar respon yang tidak diharapkan
atau tidak menunjang pada pelajaran tidak diulangi siswa. Penguatan negatif itu
dapat berupa teguran, peringatan atau sangsi.
2.2.3
Teori Ausubel
Ausubel terkenal dengan
teori belajar bermaknanya. Menurut Ausubel
bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakana” artinya bahan
pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan
struktur kognitif yang dimiliki siswa. Faktor intelektual, emosional siswa
tersebut terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Ausubel
membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Belajar menemukan,
konsep dicari/ditemukan oleh siswa. Sedangkan pada belajar menerima siswa hanya
menerima konsep atau materi dari guru, dengan demikian siswa tinggal
menghapalkannya. Ausubel juga membedakan antara brelajar menghafal dengan
belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan materi yang sudah
diperolehnya tetapi pada belajar bermakna, materi yang telah diperoleh itu
dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih bisa dimengerti.
2.2.4
Teori Gagne
Menurut
Gagne, dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu
objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan
menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap
matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung
berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.
Fakta
adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti lambang bilangan
sudut, dan notasi-notasi matematika lainnya. Keterampilan berupa kemampuan
memberikan jawaban dengan tepat dan cepat, misalnya melakukan pembagian
bilangan yang cukup besar dengan bagi kurung, menjumlahkan pecahan, melukis
sumbu sebuah ruas garis. Konsep ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan
objek ke dalam contoh dan non contoh. Misalkan, konsep bujursangkar, bilangan
prima, himpunan, dan vektor. Aturan ialah objek paling abstrak yang berupa
sifat atau teorema.
Menurut Gagne,
belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe, yaitu:
1. Belajar
isyarat ialah belajar yang tingkatnya paling rendah, karena tidak ada niat atau
spontanitas.
Contohnya
menyenangi atau menghindari pelajaran karena akibat perilaku gurunya
2. Stimulus-respon
merupakan kondisi belajar yang ada niat diniati dan responnya jasmaniah.
Misalnya
siswa meniru tulisan guru di papan tulis.
3. Rangkaian
gerak adalah perbuatan jasmaniah, terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam
rangka stimulus-respon.
4. Rangkaian
verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka
stimulus-respon.
Contohnya adalah mengemukakan
pendapat, menjawab pertanyaan guru secara lisan.
5. Belajar
membedakan adalah belajar memisah-misah rangkaian yang bervariasi.
6. Pembentukan
konsep disebut juga tipe belajar pengelompokkan, yaitu belajar melihat sifat
bersama benda-benda konkrit atau peristiwa untuk dijadikan suatu kelompok.
7. Pembentukan
aturan
Dalam hal tertentu tipe belajar
yang mengharapkan siswa untuk mampu memeberikan respon terhadap stimulus dengan
segala macam perbuatan. Kemampuan disini terutama adalah kemampuan
menggunakannya. Misalnya pemahaman terhadap rumus kuadratis dan menggunakannya
dalam menyelesaikan persamaan kuadrat.
8. Belajar
pemecahan masalah adalah tipe belajar yang paling tinggi karena lebih kompleks
dalam pembentukan aturan.
Dalam pemecahan masalah, biasanya
ada lima langkah yang harus dilakukan, yaitu :
a. Menyajikan masalah dalam bentuk
yang lebih jelas;
b. Menyatakan masalah dalam bentuk
yang lebih operasional;
c. Menyusun hipotesis-hipotesis
alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik;
d. Mengetes hipotesis dan melakukan
kerja untuk memperoleh hasilnya;
e. Mengecek kembali hasil yang
sudah diperoleh.
2.2.5
Teori Pavlov
Pavlov adalah seorang
ilmuwan berkebangsaan Rusia. Ia terkenal dengan teori belajar klasiknya dan
seorang penganut aliran tingkah laku (Behaviorisme) yaitu aliran yang
berpendapat, bahwa hasil belajar manusia itu didasarkan kepada pengamatan
tingkah laku manusia yang terlihat melalui stimulus respons dan belajar
bersyarat (Conditioning Learning). Menurut aliran ini tingkah laku manusia
termasuk organisme pasif yang bisa dikendalikan. Tingkah laku manusia bisa
dikendalikan dengan cara memberi ganjaran dan hukuman. Pavlov mengadakan
penelitian terhadap perilaku anjing yaitu
mempelajari proses pencernaan pada anjing, lalu mengamati anjing bila
melihat makanan maka akan keluar air liurnya. Dalam penelitiannya anjing
dikurung dalam suatu kandang selanjutnya setiap akan memberi makan, Pavlov
membunyikan bel. Ia memperhatikan bahwa setiap dibunyikan bel pada jangka waktu
tertentu anjing itu mengeluarkan air liurnya. Akhirnya dicoba dibunyikan bel
itu tetapi tanpa diberi makanan. Ternyata anjing itu tetap mengeluarkan air
liurnya. Dalam percobaan itu makanan atau bunyi bel jadi perangsang atau stimulus
bagi keluarnya air liur anjing atau yang menimbulkan selera anjing untuk makan.
Makanan disebut stimulus tak bersyarat, karena terjadinya secara wajar,
sedangkan bunyi bel disebut stimulus bersyarat.
Pavlov mengemukakan
konsep pembiasaan (conditioning) dalam hubungannya dengan kegiatan belajar
mengajar, misalnya agar siswa mengerjakan soal PR dengan baik, biasakanlah
dengan memeriksanya atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.
2.2.6
Teori Baruda
Albert Baruda merupakan
tokoh Aliran Tingkah Laku. Ia terkenal dengan belajar menirunya. Baruda
menyangkal pendapat Skinner yang mengatakan bahwa respon yang diberikan
siswa yang disertai penguatan itu selalu
esensial. Hal tersebut berdasarkan penelitian yang telah dilakukannya dan
penelitian teman-temannya. Baruda mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui
meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru
baik, guru bicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar,
tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik maka siswa
akan menirunya. Demikian pula jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik ia
pun akan menirunya.
------------------------------------------------------------------------
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang diterangkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
teori belajar merupakan teori yang mempelajari tentang perkembangan anak didik.
Teori belajar dibagi 2,
yaitu teori belajar aliran psikologi tingkahlaku dan psikologi kognitif.
Toeri belajar aliran
Psikologi Tingkahlaku antara lain : aliran
Thorndike, aliran Skinner, aliran Ausuble, aliran Gagne, aliran Pavlov, dan
aliran Baruda.
Dimana teori-teori tersebut
menjelaskan bagaimana seharusnya seorang guru mengajar anak didiknya dengan
memperhatikan tingkahlaku dan juga mental anak didiknya.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi tenab-teman
sekalian dan dapat menambah wawasan kita mengenai macam-macam teori belajar
aliran tingkahlaku dan implementasinya dalam pengajaran matematika serta mampu
menerapkannya ketika proses pembelajaran berlangsung.
-------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR
PUSTAKA
Jica,
(2001). Startegi pembelajaran Matematika Kontemporer, Common Textbook.
Bandung : UPI
0 komentar :
Posting Komentar