“Makalah”
Pengantar
Pendidikan
“Permasalahan Pendidikan”
( Rendahnya Kualitas Guru )
Disusun Oleh :
NAMA NPM
üVanro Maurid Siringoringo 12150058
ü Mellya Andriani Silaban 12150056
ü Eva Rina Samosir 12150100
ü Santa Marida L Purba 12150068
ü Nurida Meyana Sinaga 12150077
ü Pagmawati Renata Matondang 12150064
ü Friska Ria Siahaan 12150081
ü Rinala Tanty Silalahi 12150097
ü Eirene Yuli L Simamora 12150103
ü Beta Prima Manurung 12150053
ü Mey Marina Marbun 12150099
ü Flantina Hutagaol 12150051
ü Jhon Darwin Sirait 12150059
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Bangsa yang hebat adalah bangsa yang memiliki
kualitas sumber daya manusia yang cerdas dan memiliki daya saing yang tinggi.
Pendidikan adalah
pemberian pertolongan oleh seorang dewasa yang bertanggungjawab kepada anak
yang belum dewasa dengan sistematis untuk mencapai tujuan yaitu kedewasaan,
mandiri.
( Langeveld, 1981 )
Pendidikan dijadikan transformasi yang berfungsi membangun manusia yang
berilmu pengetahuan, berteknologi dan bertaqwa. Kunci utama kemajuan masyarakat
ditentukan oleh pendidikan, oleh karena itu kemajuan tersebut dapat dicapai
melalui pendidikan yang berkualitas.
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh.
Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional
tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan
pendidikan di Indonesia.
1.2.
Identifikasi Masalah
Dilihat dari Latar Belakang yang penulis
sampaikan dapat diidentifikasikan suatu masalah , yaitu :
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya minat belajar siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Mahalnya biaya pendidikan
1.3.
Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang yang mau dibahas
dalam Permasalahan Pendidikan yaitu
“Rendahnya kualitas guru .”
1.4.
Tujuan
Adapun
tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut.
a.
Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Pengantar Pendidikan Universitas HKBP Nomensen Siantar
b.
Sebagai bentuk perhatian Mahasiswa terhadap
masalah pendidikan yang dihadapi Indonesia.
c.
Membantu dalam membahas dan menanggulangi
masalah yang dihadapi di dalam dunia pendidikan.
1.5.
Manfaat Penulisan
Dapat
memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca, menambah pengetahuan, dan
menjadi salah satu sumber referensi bagi bidang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia
saat ini sungguh memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme
yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU
No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan
penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Kendati secara kuantitas
jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di
negara ini pada umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia
kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih kurang
memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalismenya.
Bila diukur dari persyaratan akademis, baik
menyangkut pendidikan minimal maupun
kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan kepada anak
didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar (under quality).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik
sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai
cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas
guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat
kesejahteraan guru.
2.2.
Meningkatkan Kualitas
Guru
Setiap kali kita berada pada masa akhir tahun
ajaran sekolah perhatian masyarakat akan tertuju kepada betapa rendahnya
kualitas pendidikan sekolah menengah yang ditunjukkan dengan rendahnya hasil
nilai ebtanas murni (NEM). Rendahnya skor di atas akan senantiasa dikaitkan
dengan rendahnya mutu guru dan rendahnya kualitas pendidikan guru. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan sasaran sentral yang dibenahi adalah
kualitas guru dan kualitas pendidikan guru.
Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas guru
dan pendidikan guru telah dilaksanakan dengan berbagai bentuk pembaharuan
pendidikan, misalnya diintroduksirnya proyek perintis sekolah pembangunan,
pengajaran dengan system modul, pendekatan pengajaran Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA), tetapi mengapa sampai detik ini usaha-usaha tersebut belum juga
menunjukkan hasilnya?
A. Mengabaikan guru
Sudah banyak usaha-usaha yang dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan,
khususnya kualitas guru dan pendidikan guru yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Namun patut disayangkan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas guru dan
pendidikan guru tersebut dilaksanakan berdasarkan pandangan dari "luar
kalangan guru ataupun luar pendidikan guru". Terlalu banyak kebijaksanaan
di bidang pendidikan yang bersifat teknis diambil dengan sama sekali tidak
mendengarkan suara guru. Pengambilan keputusan yang menyangkut guru di atas
seakan-akan melecehkan guru sebagai seseorang yang memiliki
"kepribadian".
Sebagai contoh yang masih hangat adalah diintroduksirnya pendekatan Cara
Belajar Siswa Aktif dalam proses belajar mengajar. Keyakinan para pengambil
kebijaksanaan atas kehebatan CBSA telah mendorong dikeluarkannya penetapan
keharusan guru untuk menggunakan pendekatan tersebut dalam proses belajar
mengajar. Barangkali keyakinan ini tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga
berdasarkan hasil-hasil penelitian. Namun sayangnya penetitian-penelitian yang
menyangkut proses belajar mengajar di kelas selama ini lebih banyak bersifat
informatif sehingga jauh dari memadai dikarenakan penelitian tersebut melihat
pengajaran pandangan "luar guru".
Pengambil kebijaksanaan di bidang pendidikan tidak pernah menghayati apa
dan bagaimana yang sesungguhnya terjadi di ruang-ruang kelas. Misalnya, dampak
jumlah murid yang besar, keberanian murid untuk menyampaikan gagasan rendah,
motivasi lebih terarah untuk belajar guna menghadapi tes daripada belajar untuk
memahami pelajaran yang disampaikan guru, target materi pelajaran yang begitu
berat bagi seorang guru, dan sebagainya. Kalau hal-hal tersebut mendapat
perhatian niscaya kebijaksanaan yang berkaitan dengan pendekatan pengajaran
bisa lain, paling tidak untuk sementara waktu.
Patut disimak misalnya pertanyaan yang diajukan oleh guru-guru:
"Mengapa kita tidak dilatih saja bagaimana cara mengajar dengan ceramah
yang paling tepat dan baik, dari pada diharuskan mengajar dengan CBSA?
Seharusnya sesudah bisa melaksanakan pengajaran dengan metode ceramah yang benar
baru kita belajar metode yang lain".
Tersendat-sendatnya pelaksanaan CBSA dewasa ini merupakan bukti bahwa
setiap kebijaksanaan di bidang pendidikan, apalagi pengajaran di kelas, yang
meninggalkan pandangan guru sebagai orang yang paling tahu keadaan kelas
cenderung mengalami kegagalan, sebab "pandangan guru" sangat
diperlukan dalam setiap usaha peningkatan kualitas hasil pendidikan.
B. Mentalitas dan
vitalitas
Ada tiga kegiatan penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa
meningkatkan kualitasnya sehingga bisa terus menanjak pangkatnya sampai jenjang
kepangkatan tertinggi. Pertama para guru harus memperbanyak tukar pikiran
tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman mengembangkan materi pelajaran
dan berinteraksi dengan peserta didik. Tukar pikiran tersebut bisa dilaksanakan
dalam perternuan guru sejenis di sanggar kerja guru, ataupun dalam
seminar-seminar yang berkaitan dengan hal itu. Kegiatan ilmiah ini hendaknya
selalu mengangkat topik pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya, hasil
pertemuan bisa digunakan secara langsung untuk meningkatkan kualitas proses
belajar mengajar. Hanya perlu dicatat, dalam kegiatan ilmiah semacam itu
hendaknya faktor-faktor yang bersifat struktural administrative harus
disingkirkan jauh-jauh. Misalnya, tidak perlu yang memimpin pertemuan harus
kepala sekolah.
Kedua, akan lebih baik kalau apa yang dibicarakan dalam
pertemuan-pertemuan ilmiah yang dihadiri para guru adalah merupakan hasil
penelitian yang dilakukan oleh para guru sendiri. Dengan demikian guru harus
melakukan penelitian. Untuk ini perlulah anggapan sementara ini bahwa
penelitian hanya dapat dilakukan oleh para akademisi yang bekerja di perguruan
tinggi atau oleh para peneliti di lembaga-lembaga penelitian harus dibuang
jauh-jauh. Justru sekarang ini perlu diyakini pada semua fihak bahwa
hasil-hasil penelitian-penelitian tentang apa yang terjadi di kelas dan di
sekolah yang dilakukan oleh para guru adalah sangat penting untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. Sebab para gurulah yang nyata-nyata memahami dan
manghayati apa yang terjadi di sekolah, khususnya di kelas.
Masih terlalu banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan proses
belajar mengajar di kelas yang sampai saat ini belum terpecahkan dan perlu
untuk dipecahkan. Misalnya, langkah-langkah apa harus dilaksanakan untuk
menghadapi murid yang malas atau mempunyai jati diri yang rendah atau pemalu di
kelas. Bagaimana mendorong peserta didik agar mempunyai motivasi untuk membaca.
Bagaimana cara menanggulangi peserta didik yang senantiasa mengganggu temannya.
Masalah-masalah di atas jarang diteliti, kalaupun pernah diteliti maka
pendekatannya terlalu teoritis akademis sehingga tidak dapat diterapkan dalam
praktek proses belajar mengajar sesungguhnya.
Ketiga, guru harus membiasakan diri untuk mengkomunikasikan hasil
penelitian yang dilakukan, khususnya lewat media cetak. Untuk itu tidak ada
alternatif lain bagi guru meningkatkan kemampuan dalam menulis laporan
penelitian.
C. Peran PGRI
Sebagai suatu organisasi professi guru yang memiliki anggota lebih dari
dua juta, PGRI secara moral mempunyai tanggung jawab utk mendorong & memberikan
agar para guru bisa melaksanakan tiga kegiatan di atas. PGRI biasa memperbanyak
pertemuan2 ilmiah, menerbitkan pedoman-pedoman penelitian yang dapat cepat
dicerna guru, menerbitkan jurnal-jumal sebagai media komunikasi ilmiah para
anggota, dan melaksanakan lomba penelitian atau karya tulis yang lain. Untuk
itu, kiranya PGRI perlu lebih meningkatkan kualitas tubuhnya sendiri.
2.3. Standar Profesional Guru
Dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan disadari satu kebenaran
fundamental, yakni bahwa kunci keberhasilan mempersiapkan dan menciptakan
guru-guru yang profesional, yang memiliki kekuatan dan tanggung jawab yang baru
untuk merencanakan pendidikan di masa depan.
Dalam kaitan mempersiapkan guru yang berkualitas dimasa depan, dunia
pendidikan di Indonesia dewasa ini dihadapkan pada persoalan bagaimana
meningkatkan kualitas sekitar 2 juta guru yang sekarang ini sudah bertugas di
ruang-ruang kelas.
A. Kualitas dan karir
Pada dasarnya peningkatan kualitas diri seseorang harus menjadi tanggung
jawab diri pribadi. Oleh karenanya usaha peningkatan kualitas guru terletak
pada diri guru sendiri. Untuk itu diperlukan adanya kesadaran pada diri guru
untuk senantiasa dan secara terus menerus meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan yang diperlukan guna peningkatan kualitas kerja sebagai pengajar
profesional.
Kesadaran ini akan timbul dan berkembang sejalan dengan kemungkinan
pengembangan karir mereka. Oleh karena itu pengembangan kualitas guru harus
dikaitkan dengan perkembangan karir guru sebagai pegawai, baik negeri maupun
swasta. Gambaran yang ideal adalah bahwa pendapatan dan karir, dalam hal ini
jenjang jabatan dan kepangkatan merupakan hasil dari peningkatan kualitas seseorang
selaku guru.
Urutan proses di atas menunjukkan bahwa jenjang kepangkatan dan jabatan
yang tinggi hanya bisa dicapai oleh guru yang memiliki kualitas profesional
yang memadai. Sudah barang tentu alur pikir tersebut didasarkan pada asumsi
bahwa peningkatan jenjang kepangkatan dan jabatan guru berjalan seiring dengan
peningkatan pendapatannya.
Proses dari timbulnya kesadaran untuk meningkatkan kemampuan profesional
di kalangan guru, timbulnya kesempatan dan usaha, meningkatnya kualitas
profesional sampai tercapainya jenjang kepangkatan dan jabatan yang tinggi
memerlukan iklim yang memungkinkan berlangsungnya proses di atas. Iklim yang
kondusif hanya akan muncul apabila di kalangan guru timbul hubungan kesejawatan
yang baik, harmonis, dan obyektif. Hubungan tersebut bisa dimunculkan antara
lain lewat kegiatan profesional kesejawatan.
Dengan demikian, untuk pembinaan dan peningkatan profesional guru perlu
dikembangkan kegiatan professional kesejawatan yang baik, harmonis, dan
obyektif. Secara sistematis pengembangan kesejawatan ini memerlukan:
- wadah /kelembagaan
- bentuk kegiatan,
- mekanisme,
- standard professional practice.
B. Wadah dan kelembagaan
Wadah dan kelembagaan untuk pengembangan kesejawatan adalah kelompok
yang merupakan organ bersifat non-struktural dan lebih bersifat informal. Wadah
ini dikembangkan berdasarkan bidang studi atau rumpun bidang studi pada
masing-masing sekolah. Anggota yang memiliki kepangkatan tertinggi dalam setiap
rumpun diharapkan bisa berfungsi sebagai pembimbing.
Kalau ada anggota memiliki kepangkatan yang sama, maka diharapkan secara
bergiliran salah satu darinya berfungsi sebagai pembimbing anggota yang lain.
Dengan bentuk wadah dan kelembagaan semacam ini maka di setiap sekolah akan
terdapat lebih dari satu kelompok.
Keberadaan kelompok akan memungkinkan para guru untuk bisa tukar fikiran
dengan rekan sejawat mengenai hal ikhwal yang berkaitan interaksi guru dengan
para siswa. Bagi seorang pekerja profesional, termasuk guru, komunikasi
kesejawatan tentang profesi yang ditekuni sangatlah penting. Namun sayangnya,
justru komunikasi kesejawatan inilah yang belum ada di kalangan profesi guru di
tanah air kita.
C. Asah, asuh, asih
Kelompok yang dibentuk merupakan wadah kegiatan di mana antara anggota
sejawat bisa saling asah, asuh dan asih untuk meningkatkan kualitas diri
masing-masing khususnya dan mencapai kualitas sekolah serta pendidikan pada
urnumnya.
Asah artinya satu dengan anggota sejawat yang lain saling membantu untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya. Asuh berarti di antara anggota
kesejawatan saling membimbing dengan tulus dan ikhlas untuk peningkatan
kemampuan profesional dan asih berarti di antara anggota kesejawatan terdapat
hubungan kekeluargaan yang akrab.
Oleh karena itu kelompok yang beranggotakan para guru suatu bidang studi
sejenis harus menitik-beratkan pada aktifitas profesional.
Secara terperinci kegiatan kelompok ditujukan untuk:
1.
Meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kegiatan
yang dilaksanakan antara lain :
a. Diskusi tentang satuan pelajaran.
b. Diskusi tentang substansi meteri pelajaran.
c. Diskusi pelaksanaan proses belajar mengajar termasuk evaluasi
pengajaran.
d. Melaksanakan observasi aktivitas rekan sejawat di kelas.
e. Mengembangkan evaluasi penampilan guru oleh peserta didik.
f. Mengkaji hasil evaluasi penampilan guru oleh peserta didik
sebagai feedback bagi anggota kelompok.
- Meningkatkan penguasaan dan pengembangan keilmuan, khususnya bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain :
a. Kajian
jurnal dan buku baru.
b. Mengikuti jalur pendidikan formal yang lebih tinggi.
c. Mengikuti seminar-seminar dan penataran-penataran.
d. Menyampaikan pengalaman penataran dan seminar kepada anggota
kelompok.
e. Melaksanakan penelitian.
- Meningkatkan kemampuan untuk mengkomunikasikan masalah akademis.
Kegiatan
yang dilaksanakan antara lain:
a. Menulis
artikel.
b. Menyusun
laporan penelitian.
c. Menyusun
makalah.
d. Menyusun
laporan dan review buku.
D. Mekanisme
Kegiatan kelompok dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan.
Sebagaimana konsep asah, asuh dan asih, maka setiap anggota kelompok memiliki
hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dalam setiap kegiatan tanpa memandang
jenjang kepangkatan, jabatan dan gelar akademik yang disandangnya. Secara
bergiliran setiap anggota melaksanakan kegiatan sebagaimana disebutkan di atas.
Input, feedback, komentar dan saran-saran
sejawat atas penampilan salah seorang anggota kelompok kesejawatan diberikan
baik secara tertulis maupun secara lisan sesuai dengan kebutuhan. Untuk hasil
observasi kelas, misalnya kelompok kesejawatan mungkin bisa mengembangkan
format observasi bisa dilaksanakan secara sistematis, objektif dan rasional,
sehingga anggota yang diobservasi bisa memperoleh input tertulis di samping
juga input lisan.
Secara periodik ketua-ketua kelompok kesejawatan di setiap bidang studi
di sekolah bisa mengadakan diskusi atau pertemuan guna membahas kemajuan dan
perkembangan kelompok masing-masing.
E. Standar Profesional Guru
Pada dasarnya kelompok yang diuraikan di atas adalah merupakan wadah
aktifitas profesional untuk meningkatkan kemampuan profesional guru. Aktifitas
yang dimaksudkan ini tidak bersifat searah, melainkan bersifat multiarah.
Artinya, aktifitas yang dilaksanakan bersifat komprehensif dan total yang
mencakup presentasi, observasi, penilaian, kritik, tanggapan, saran, dan
bimbingan.
Untuk menjamin bahwa kegiatan kelompok bisa berlangsung dengan baik,
sehingga dapat diujudkan hubungan timbal balik kesejawatan yang obyektif bebas
dari rasa rikuh, pekewuh dan sentimen perlu dikembangkan suatu norma
kriteria yang obyektif sebagai dasar untuk saling memberikan penilaian terhadap
karya dan penampilan sejawat.
Akan lebih baik kalau norma dan kriteria ini harus dikembangkan oleh
masing-masing kelompok kesejawatan itu sendiri. Sudah barang tentu pengembangan
norma dan kriteria kesejawatan ini berdasarkan acuan kerangka teoritis dan
praktis yang bisa dikaji. Misalnya norma dan kriteria untuk menilai proses
belajar mengajar yang baik bisa dikembangkan berdasarkan "kerangka
perilaku" guru yang baik.
2.4. Profil Guru Masa Depan
Pendidikan merupakan suatu rekayasa untuk mengendalikan learning
guna mencapai tujuan yang direncanakan secara efektif dan efisien. Dalam proses
rekayasa ini peranan "teaching" amat penting, karena merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan
dan nilai kepada siswa sehingga apa yang ditransfer memiliki makna bagi diri
sendiri, dan berguna tidak saja bagi dirinya tetapi juga bagi masyarakatnya.
Mengajar hanya dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh seseorang yang
telah melewati pendidikan tertentu yang memang dirancang untuk mempersiapkan
guru. Dengan kata lain, mengajar merupakan suatu profesi. Sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat, muncul dua kecenderungan:
Pertama, proses mengajar menjadi sesuatu kegiatan yang semakin bervariasi,
kompleks, dan rumit. Kedua, ada kecenderungan pemegang otoritas structural,
ingin memaksakan kepada guru untuk mempergunakan suatu cara mengajar yang
kompleks dan sulit. Sebagai akibat munculnya dua kecenderungan di atas, maka
guru dituntut untuk menguasai berbagai metode mengajar dan diharuskan
menggunakan metode tersebut. Misalnya, mengharuskan mengajar dengan CBSA. Untuk
itu, guru harus dilatih dengan berbagai metode dan perilaku mengajar yang
dianggap canggih. Demikian pula, di lembaga pendidikan guru, para mahasiswa
diharuskan menempuh berbagai mata kuliah yang berkaitan dengan mengajar. Namun
sejauh ini perkembangan mengajar yang semakin kompleks dan rumit belum
memberikan dampak terhadap mutu siswa secara signifikan. Tidaklah mengherankan
kalau kemudian muncul pertanyaan mengapa mengajar menjadi sedemikan kompleks
dan rumit?
A. Profesi mengajar
Pekerjaan profesional dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: Hard
profession dan Soft Profesw21qwsion. Suatu pekerjaan dapat
dikategorikan sebagai hard profession apabila pekerjaan tersebut dapat
didetailkan dalam perilaku dan langkah-langkah yang jelas dan relatif pasti.
Pendidikan yang diperlukan bagi profesi ini adalah menghasilkan output
pendidikan yang dapat distandarisasikan. Artinya, kualifikasi lulusan jelas dan
seragam di manapun pendidikan itu berlangsung. Dengan kualifikasi ini seseorang
sudah mampu dan akan terus mampu melaksanakan tugas profesinya secara mandiri
meskipun tanpa pendidikan lagi. Pekerjaan dokter dan pilot merupakan contoh
yang tepat untuk mewakili kategori hard profession. Sebaliknya,
kategori soft profession adalah diperlukannya kadar seni dalam
melaksanakan pekerjaan tersebut. Ciri pekerjaan tersebut tidak dapat dijabarkan
secara detail dan pasti. Sebab, langkah-langkah dan tindakan yang harus
diambil, sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi tertentu. Implikasi
kategori soft profession tidak menuntut pendidikan yang dapat menghasilkan
lululsan dengan standar tertentu melainkan menuntut lulusan dibekali dengan
kemampuan minimal. Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus ditingkatkan agar
dapat melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Oleh karena itu, lembaga in-service framing bagi soft-profession
amat penting. Barangkali, wartawan dan advokat, merupakan contoh dari kategori
profesi ini.
Mengajar merupakan suatu seni untuk mentransfer pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai yang diarahkan oleh nilai-nilai pendidikan,
kebutuhan-kebutuhan individu siswa, kondisi lingkungan, dan keyakinan yang
dimiliki oleh guru. Dalam proses belajar mengajar, guru adalah orang yang akan
mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik,
mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas norma-norma yang
ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi
para siswa. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangan
masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati
batasbatas kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Dalammelaksanakan tugas tersebut guru akan dihadapkan pada perbagai problem
yang muncul dan sebagian besar problem tersebut harus segera dipecahkan serta
diputuskan pemecahannya oteh guru itu sendiri pada waktu itu pula. Sebagai
konsekuensinya, yang akan dan harus dilakukan oleh guru tidak mungkin dapat
dirumuskan dalam suatu prosedur yang baku.
Agar transfer tersebut dapat berlangsung dengan lancar, maka guru paling
tidak harus senantiasa melakukan tiga hal:
a) menggerakkan, membangkitkan dan menggabungkan seluruh kemampuan yang
dimiliki siswa;
b) menjadikan apa yang ditransfer menjadi sesuatu yang menantang diri
siswa, sehingga muncul intrinsic-motivation untuk mempelajarinya; dan,
c) mengkaji secara mendalam materi yang ditransfer sehingga menimbulkan
keterkaitan dengan pengetahuan yang lain.
Profesi guru adalah lebih cocok dikategorikan sebagai Soft Profession.
Karena dalam mengajar guru dapat melaksanakan dengan berbagai cara yang tidak
harus mengikuti suatu prosedur baku, dan aspek dan "sense" dan "art"
memegang peran yang amat penting. Misalnya, mungkin saja seorang guru mengajar
dengan menyajikan kesimpulan pada awal pelajaran yang kemudian baru
dilaksanakan pembahasan. Pada kesempatan lain, ia mengajar dengan menyampaikan
bahasan dulu baru menarik kesimpulan. Kalau dokter membedah dahulu baru
kemudian membius berarti dokter tersebut melakukan malpraktek, dan pasti akan
menghasilkan kecelakaan.
Namun, dewasa ini pekerjaan mengajar diperlakukan sebagai hard profession,
sehingga mengajar menjadi suatu proses yang sedemikian kompleks. Sebagai
konsekuensinya, maka perlu disusun suatu prosedur perilaku baku dalam mengajar.
Secara sadar atau tidak, proses pembakuan prosedur mengajar ini mematikan
kreativitas guru. Akibat lebih jauh adalah pekerjaan mengajar bersifat inhuman,
diperlakukan sebagai suatu bagian dalam proses industri, yang dapat
dikendalikan dan diatur dengan serangkaian Juklak dan Juknis. Kematian
kreativitas guru sebagai suatu kehilangan yang patut ditangisi. Sebab,
kreativitas adalah merupakan "ruh" dalam proses belajar mengajar.
B. Dimensi mengajar
Proses transfer pengetahuan atau sering dikenal dengan istilah Proses
Belajar Mengajar (PBM) memiliki dua dimensi. Pertama adalah aspek kegiatan
siswa: Apakah kegiatan yang dilakukan siswa bersifat individual atau bersifat
kelompok. Kedua, aspek orientasi guru atas kegiatan siswa: Apakah difokuskan
pada individu atau kelompok. Berdasarkan dua dimensi yang masing-masing
memiliki dua kutub tersebut terdapat empat model pelaksanaan PBM. Pertama, apa
yang disebut Self-Study. Yakni, kegiatan siswa dilaksanakan secara individual
dan orientasi guru dalam mengajar juga bersifat individu. Model pertama ini
memusatkan perhatian pada diri siswa. Agar siswa dapat memusatkan perhatian
perlu diarahkan oleh dirinya sendiri dan bantuan dari luar, yakni guru. Siswa harus dapat
mengintegrasikan pengetahuan yang baru diterima ke dalam pengetahuan yang telah
dimiliki. Untuk pelaksanaan model Self-Study ini perlu didukung dengan
peralatan teknologi, seperti komputer. Keberhasilan model ini ditentukan
terutama oleh kesadaran dan tanggung jawab pada diri sendiri.
Kedua, apa yang dikenal dengan istilah cara mengajar tradisional. Model
ini memiliki aktivitas siswa bersifat individual dan orientasi guru mengarah
pada kelompok. Pada model ini kegiatan utama siswa adalah mendengar dan
mencatat apa yang diceramahkan guru. Seberapa jauh siswa dapat mendengar apa
yang diceramahkan guru tergantung pada ritme guru membawakan ceramah itu
sendiri. Siswa akan dapat mengintegrasikan apa yang didengar ke dalam
pengetahuan yang telah dimiliki apabila siswa dapat mengkaitkan pengetahuan
dengan apa yang diingat. Model ini sangat sederhana, tidak memerlukan dukungan
teknologi, cukup papan tulis dan kapur. Keberhasilan model ini banyak
ditentukan oleh otoritas guru.
Ketiga, apa yang disebut model Persaingan. Model ini memiliki aktivitas
yang bersifat kelompok, tetapi orientasi guru bersifat individu. Model ini
menekankan partisipasi siswa dalam kegiatan PBM, semua siswa harus aktif dalam
kegiatan kelompok tersebut. Seberapa jauh siswa dapat berpartisipasi dalam
kegiatan akan ditentukan oteh seberapa jauh kegiatan memiliki kebebasan dan
dapat membangkitkan semangat kompetisi. Pengetahuan yang diperoleh dan dapat
dihayati merupakan hasil diskusi dengan temannya. Model ini memerlukan
teknologi baik berupa alat ataupun berupa manajemen seperti bentuk konferensi
dan seminar. Keberhasilan model ini terutama ditentukan oleh adanya saling
hormat dan saling mempercayai di antara siswa. CBSA, merupakan salah satu
contohnya.
Keempat, apa yang dikenal dengan istilah Model Cooperative-Collaborcitive.
Model ini memiliki aktivitas siswa yang bersifat kelompok dan orientasi guru
juga bersifat kelompok. Model ini menekankan kerjasama di antara para siswa,
khususnya. Kegiatan siswa di arahkan untuk mencapai tujuan bersama yang telah
merupakan konsensus di antara mereka. Konsensus ini didasarkan pada nilai-nilai
yang dihayati bersama. Oleh karena itu, dalam kelompok akan senantiasa
dikembangkan pengambilan keputusan. Kebersamaan dan kerjasama dalam
pembelajaran merupakan kerjasama di antara para siswa untuk mencapai tujuan
belajar bersama. Di samping tujuan bersama yang akan dicapai, kebersamaan dan
kerjasama dalam pembelajaran ini juga di arahkan untuk mengembangkan kemampuan
kerjasama di antara para siswa. Dengan pendekatan ini, guru tidak selalu
memberikan tugas-tugas secara individual, melainkan secara kelompok. Bahkan
penentuan hasil evaluasi akhirpun menggunakan prinsip kelompok. Artinya, hasil
individu siswa tidak hanya didasarkan kemampuan masing-masing, tetapi juga
dilihat berdasarkan hasil prestasi kelompok. Dengan demikian, siswa yang pandai
akan menjadi tutor membantu siswa yang kurang pandai demi prestasi kelompok
sebagai satu kesatuan. Setiap siswa tidak hanya bertanggung jawab atas kemajuan
dan keberhasilan dirinya, tetapi juga bertanggung jawab atas keberhasilan dan
kemajuan kelompoknya.
Keempat model tersebut tidak ada yang lebih baik satu atas yang lain.
Sebab modal mengajar yang baik adalah model mengajar yang cocok dengan
karakteristik materi, kondisi siswa, kondisi lingkungan dan kondisi fasilitas.
Di samping itu pula, di antara keempat model tersebut tidaklah bersifat saling
meniadakan. Artinya, sangat mungkin dalam mengajar memadukan berbagai model
tersebut di atas.
Keempat model tersebut pada intinya menekankan bahwa dalam proses
belajar mengajar apa yang dilaksanakan memiliki empat aspek, yakni:
a) menyampaikan informasi,
b) memotivasi siswa,
c) mengkontrol kelas, dan,
d) merubah social arrangement.
C. Kemampuan yang dibutuhkan
Agar dapat melaksanakan empat langkah tersebut di atas, guru hanya
memerlukan tiga kemampuan dasar, yakni
a) didaktik, yakni kemampuan untuk menyampaikan sesuatu secara oral atau
ceramah, yang dibantu dengan buku teks, demontrasi, tes, dan alat bantu
tradisional lain;
b) coaching, di mana guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berlatih dan mempraktikan keterampilannya, mengamati sejauh mana siswa
mampu mempraktekkan keterampilan tersebut, serta segera memberikan umpan balik
atas apa yang dilakukan siswa; dan
c) socratic atau mauitic question, di mana guru
menggunakan pertanyaan pengarah untuk membantu siswa mengembangkan pandangan
dan internalisasi terhadap materi yang dipelajari. Tanpa menguasai tiga
kemampuan dasar tersebut, ibaratnya pemain sepakbola yang tidak memiliki
kemampuan dasar bermain bola, seperti bagaimana menendang atau heading
yang baik dan benar, betapapun dididik dengan gaya samba Brazil atau gerendel
Italia tetap saja tidak akan dapat memenangkan pertandingan. Demikian pula
untuk guru, tanpa memiliki tiga kemampuan dasar tersebut, betapapun para guru
dilatih berbagai metode mengajar yang canggih tetap saja prestasi siswa tidak
dapat ditingkatkan. Sebaliknya, dengan menguasai tiga kemampuan dasar tersebut,
metode mengajar apapun akan dapat dilaksananakan dengan mudah oleh yang
bersangkutan. Sudah barang tentu apabila guru telah menguasai dengan baik
materi yang akan disampaikan.
Sudah saatnya posisi mengajar diletakan kembali pada profesi yang tepat,
yakni sebagai soft profession, di mana unsur art dan sense
memegang peran yang amat penting. Oleh karena itu, untuk pembinaan dan
pengembangan profesional kemampuan guru yang diperlukan bukannya instruksi,
juklak dan juknis serta berbagai pedoman lain,
yang cenderung akan mematikan kreativitas guru. Melainkan, memperbaiki
dan meningkatkan tiga kemampuan dasar yang harus dimiliki guru sebagaimana
tersebut di atas, serta memberikan kebebasan kepada guru untuk berinovasi dalam
melaksanaakan proses belajar mengajar.
2.5. Globalisasi dan Tuntutan Peningkatan
Kualitas Guru
Globalisasi merupakan suatu keniscayaan bagi semua bangsa. Bangsa
Indonesia sudah mulai merasakan bagaimana manis dan pahitnya terbawa arus
globalisasi. Gerakan reformasi yang berhasil menumbangkan rezim Soeharto tidak
lepas dari berkah reformasi. Sebaliknya, merebaknya kejahatan dan pornografi,
misalnya, tidak dapat dilepaskan dari rasa pahit globalisasi. Globalisasi akan
membawa perubahan yang mencakup hampir semua aspek kehidupan, termasuk bidang
teknologi, ekonomi dan sosial politik.
A. Kecenderungan perkembangan teknologi
Perkembangan teknologi pada akhir abad XX ini berlangsung sangat cepat,
terutama bertumpu pada tiga bidang: bio-teknologi, material science
atau teknologi bahan dan teknologi Elektronika dan Komputer. Perkembangan
bio-teknologi telah mempengaruhi berbagai jenis produk, seperti bidang
kesehatan dan obat-obatan dan bahan makan. Temuan-temuan bio-teknologi akan
menghasilkan berbagai produk sinthesis. Di bidang ilmu bahan, telah
memungkinkan diciptakannya berbagai bahan konstruksi yang tidak perlu merusak
lingkungan, karena bukan barang tambang. Temuan yang akan memiliki dampak tidak
kalah pentingnya adalah di bidang elektronika. Temuan di bidang ini melahirkan
berbagai produk teknologi komunikasi, robot, dan laser.
Kemajuan di bidang teknologi komunikasi memungkinkan transaksi business
lewat kaca komputer, sedangkan pengembangan robot memungkinkan lahirnya tenaga
kerja robot untuk dunia industri. Kecermatan dan disiplin kerja robot sudah
barang tentu akan melebihi kemampuan tenaga kerja manusia. Perkembangan bidang
komputer telah memungkinkan dimanfaatkan dalam berbagai produk, seperti pilot
automatics pada pesawat terbang, menjadikan rancang bangun produk semakin
cepat dan cermat, memudahkan pelayanan jasa transportasi dan berbankan.
Temuan-temuan di produk laser menghasilkan kemajuan di bidang ilmu kedokteran. Berbagai operasi akan dapat
dilaksanakan dengan memanfaatkan sinar laser. Perkembangan laser juga merupakan
fondasi untuk perkembangan teknologi komunikasi lebih lanjut.
Temuan-temuan bidang teknologi akan terus berkembang karena adanya sifat
saling mengkait antara temuan satu dengan temuan yang lain. Temuan di bidang
bio-teknologi dikombinasikan dengan bidang material science akan mampu
menghasilkan "bahan yang canggih". Bahan ini dikembangkan pada level "moleculer".
Hasilnya, produk bahan baru ini akan
lebih ringan, lebih kecil, lebih kuat dan lebih fleksibel, sehingga dapat
digunakan sebagaimana yang diinginkan. Kombinasi ternuan bio-teknologi dan material
science juga akan mempercepat perkembangan bidang komputer, dengan
diketemukannya, produk sumber padat energi tinggi. Produksi-produksi elektronika
memerlukan energi. Tanpa diketemukan produk sumber energi, pekembangan produk
elekttronika akan terhambat. Sebaliknya, ternuan produk sumber energi yang
lebih padat dan lebih tinggi kekuatannya, maka perkembangan produksi
elektronika akan semakin meningkat. Temuan chip komputer akan memungkinkan
seseorang membawa komputer dalam saku bajunya. Komputer tersebut sangat
interaktif dan wireless. Multi fungsi terdapat dalam komputer, sebagai
alat telepon, fax dan penyimpan data. Di samping itu, perkembangan industri
komputer akan melahirkan "Edutainment", yakni pendidikan yang
menjadi hiburan dan hiburan yang merupakan pendidikan. Dengan "Edutainment"
proses pendidikan akan semakin menarik dan menghasilkan lulusan yang semakin
berkualitas.
B. Kecenderungan
perkembangan bidang ekonomi.
Keberhasilan revolusi di bidang pertanian pada akhir abad XX telah
mengurangi ketergantungan bangsa-bangsa Asia akan bahan makan dari luar negeri
dan bahkan pada awal abad XXI ketergantungan tersebut akan dapat dihilangkan sama
sekali. Sudah barang tentu hai ini akan meningkatkan kemampuan ekonomi
nasional, khususnya neraca pembayaran.
Seiring dengan proses revolusi hijau, bangsa-bangsa di Asia, khususnya
Asia Timur dan Asia Tenggara telah memulai proses industrialisasi. Di
penghujung abad XX dan memasuki abad XXI, bangsa-bangsa di Asia sedang
mempercepat revolusi industri dalam jangka waktu 50 tahun yang di negaranegara
Barat revolusi ini berlangsung selama 200 tahun. Pada awal abad XXI enam dari
sepuluh besar negara-negara dengan GDP tertinggi akan diduduki oleh
negara-negara di Asia: China, Jepang, India, Indonesia, Korea Selatan, dan
Thailand. Pertumbuhan pesat yang mungkin dapat disebutsebagai keajaiban ataupun
keanehan, disebabkan oleh; a) kemampuan dalam mengelola sumber daya manusia, b)
kerja keras penduduknya, baik dari kalangan buruh, pengusaha, ataupun pejabat
pemerintah, c) orientasi achievement ekonomi di kalangan politikus, dan,
d) kemampuan memobilisasi investasi. Pada tahun-tahun mendatang, pertumbuhan
ekonomi di negara-negara Asia akan berlangsung sekitar 6 sampai dengan 10
persen per tahun, sebaliknya negara-negara lain hanya mampu tumbuh rata-rata
sekitar 2 persen. Kecenderungan pertumbuhan ini merupakan daya tarik bagi para
penanam modal asing. Sifat spiralitas akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi
negara-negara Asia tersebut di atas akan semakin tinggi.
Perkembangan bidang bio-teknologi akan berdampak pada bidang ekonomi.
Kemajuan teknologi akan meningkatkan kemampuan produktivitas dunia industri
baik dari aspek teknologi industri maupun pada aspek jenis produksi. Investasi
dan reinvestasi yang berlangsung secara besar-besaran yang akan semakin
meningkatkan produktivitas dunia ekonomi. Di masa depan, dampak perkembangan
teknologi di dunia industri akan semakin penting. Tanda-tanda telah menunjukkan
bahwa akan segera muncul teknologi bisnis yang memungkinkan konsumen secara
individual melakukan kontak langsung dengan pabrik sehingga pelayanan dapat
dilaksanakan secara langsung dan selera individu dapat dipenuhi, dan yang lebih
penting konsumen tidak perlu pergi ke toko. Namun, di sisi lain kemajuan di
bidang teknologi menyebabkan juga dunia industri tidak memerlukan tenaga kerja
sebanyak pada masa sebelumnya. Hasilnya, penyerapan tenaga kerja tidak
sebagaimana yang diharapkan.
Kecenderungan perkembangan teknologi dan ekonomi, akan berdampak pada
penyerapan tenaga kerja dan kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan.
Kualifikasi tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan akan mengalami
perubahan yang cepat. Akibatnya, pendidikan yang diperlukan adalah pendidikan
yang menghasilkan tenaga kerja yang mampu mentransformasikan pengetahuan dan skill
sesuai dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja yang berubah tersebut.
C. Kecenderungan
perkembangan bidang sosial politik
Kemajuan di bidang teknologi yang diiringi dengan kemajuan di bidang
ekonomi memiliki dampak sosio-politik dan kultural masyarakat. Kemajuan
teknologi di bidang kedokteran dan kemajauan ekonomi mampu menjadikan produk
kedokteran menjadi komoditi, dan akan menyebabkan perubahan besar di bidang
demografi.
Angkatan kerja muda di Indonesia dan di negara-negara Asia pada urnumnya
mendominasi bagian penduduk. Mereka menguasai pengetahuan dan teknologi,
sehingga mampu mengoperasikan teknologi yang modern. Hal ini merupakan hasil
dari keberhasilan di bidang pendidikan yang dapat memberikan kesempatan
penduduk usia sekolah untuk mengikuti pendidikan formal. Angka partisipasi
pendidikan di kawasan Asia sangat tinggi. Di bidang kesehatan kemajuan yang
dicapai tidak kalah dengan bidang pendidikan. Perluasan fasilitas kesehatan
sudah sampai pelosok desa, sehingga tingkat kesehatan penduduk meningkat, di
samping angka pertumbuhan penduduk dan kematian bayi dan anak merosot tajam.
Dibandingkan dengan negara-negara Asia lain, angka kematian bayi di Indonesia
masih cukup tinggi. Tetapi, diramalkan pada awal abad XXI angka tersebut turun
dengan drastis. Dengan nutrisi dan kesehatan yang semakin baik, tenaga kerja
Indonesia akan semakin mampu bersaing di pasar internasional, mampu
memanfaatkan sistem ekonomi dan politik modern, dan menjadi tentara yang mampu
mengoperasionalkan persenjataan canggih.
Stabilitas politik telah dinikmati oleh sebagian besar negara-negara
Asia, khususnya di Asia Timur dan Tenggara, dan lebih khusus lagi di Indonesia.
Sistem pemerintahan di negara-negara sering disebut "soft authoritarian",
di mana hak-hak asasi, perumahan, makan, kesehatan, pendidikan, kesempatan
kerja dan jaminan keselamatan dapat dipenuhi, tetapi kebebasan politik
dibatasi. Memang, beberapa negara di Asia masih melaksanakan pemerintahan yang
bersifat otoriter, seperti Myanmar.
Pertumbuhan teknologi dan ekonomi di kawasan ini akan mendorong
munculnya kelas menengah baru. Kemampuan, keterampilan serta gaya hidup mereka
sudah tidak banyak berbeda dengan kelas menengah di negara-negera Barat. Dapat
diramalkan, kelas menengah baru ini akan menjadi pelopor untuk menuntut
kebebasan politik dan kebebasan berpendapat yang lebih besar.
Perubahan politik di negara-negara Asia, ditunjukkan oleh adanya proses
regenerasi kepemimpinan. Kepemimpinan generasi pertama negara-negara Asia
modern, seperti Sukarno dan Nehru, sudah diganti dengan generasi kedua atau
bahkan generasi ketiga. Seperti di Jepang dari generasi Yoshida, sudah diganti
dengan generasi kedua, Kiichi Miyazawa dan generasi ketiga Ryutaro Hashimoto.
Demikian pula, Korea Selatan, dari generasi pertama, Syngman Rhee telah diganti
genersi kedua, Chun Doo Hwan dan diganti generasi ketiga Kim Yung Sam. Sudah
barang tentu peralihan generasi kepemimpinan ini akan berdampak dalam gaya dan
substtansi politik yang diterapkan. Nafas kebebasan dan persamaan semakin
kental.
Di bidang politik internasional, juga terdapat kecenderungan tumbuh
berkembangnya regionalisme. Kemajuan di bidang teknologi komunikasi telah
menghasilkan kesadaran regionalisme. Ditambah dengan kemajuan di bidang
teknologi transportasi telah menyebabkan meningkatnya kesadaran tersebut.
Kesadaran itu akan terujud dalam bidang kerjasama ekonomi, sehingga regionalisme
akan melahirkan kekuatan ekonomi baru.
D. Kecenderungan perkembangan bidang
kultural
Secara umum, abad XXI akan ditandai dengan munculnya kekuatan ras dan
budaya baru. Bangsa-bangsa Asia tidak lagi sebagai warga yang harus taat pada
hukum internasional Barat yang didominasi oleh tradisi Judeo-Christian, tetapi
mereka juga menuntut untuk ikut menyusun hukum itu, yang dijiwai oleh Hindu,
Budha, confusianisme dan Islam. Kedua tradisi tersebut, Barat dan Asia, di
samping persamaan juga memiliki perbedaan yang tajam. Tradisi Barat lebih
bersifat logis dan analitis, sedangkan tradisi Asia lebih bersifat intuitif dan
seringkali emosional. Tradisi Barat menekankan hak-hak, sedangkan tradisi Asia
lebih menekankan kewajiban. Tradisi
Barat lebih menekankan pada individu, di Asia menekankan masyarakat. Di
Barat keputusan diambil dengan voting, di Asia dengan musyawarah.
Kemajuan ekonomi di negara-negara Asia melahirkan fenomena yang menarik.
Perkembangan dan kemajuan ekonomi telah meningkatkan rasa percaya diri dan
ketahanan diri sebagai suatu bangsa
akan semakin kokoh.
Bangsa-bangsa Barat tidak lagi dapat melecehkan bangsa-bangsa Asia.
Kekuatan baru negara-negara Asia akan mematahkan dominasi Barat di dunia
intemasional. Malahan John Naisbitt dalam MegaTrend Asia, meramalkan
perkembangan yang terjadi di negara-negara Asia merupakan perkembangan yang
penting di dunia. Dampaknya tidak saja bagi bangsa Asia, tetapi juga bagi
seluruh penghuni planet ini. Proses modernisasi yang berlangsung di Asia akan
mempengaruhi perkembangan dunia pada abad XXI.
Perkembangan yang cepat di bidang teknologi, diikuti dengan pertumbuhan
ekonomi yang tidak kalah cepatnya akan berdampak pada aspek kultural dan
nilai-nilai suatu bangsa. Tekanan, kompetisi yang tajam di pelbagai aspek
kehidupan sebagai konsekuensi globalisasi, akan melahirkan generasi yang
disiplin, tekun dan pekerja keras. Namun, di sisi lain, kompetisi yang ketat
pada era globalisasi akan juga melahirkan generasi yang secara moral mengalami
kemerosotan: konsumtif, boros dan memiliki jalan pintas yang bermental "instant".
Dengan kata lain, kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi,
khususnya pada dua dasawarsa terakhir ini, telah mengakibatkan kemerosotan
moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar.
Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan
berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat
menjadi "kaya dalam materi tetapi rmskin dalam rohani".
Di dunia pendidikan, globalisasi akan mendatangkan kemajuan yang sangat
cepat, yakni munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber
ilmu dan pusat pendidikan. Dampak dari hal ini adalah guru bukannya
satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Hasilnya, para siswa bisa menguasai
pengetahuan yang belum dikuasai oleh guru. Oleh karena itu, tidak mengherankan
pada era globalisasi ini, wibawa guru khususnya dan orang tua pada umumnya di
mata siswa merosot. Kemerosotan wibawa orang tua dan guru dikombinasikan dengan
semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti
gotong royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan
sentripetal yang berperan penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat
lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja
dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian,
corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
Di sisi lain, pengaruh-pengaruh pendidikan yang mengembangkan kemampuan
untuk mengendalikan diri, kesabaran, rasa tanggung jawab, solidaritas sosial,
memelihara lingkungan baik sosial maupun fisik, hormat kepada orang tua, dan
rasa keberagamaan yang dijudkan dalam kehidupan bermasyarakat, justru semakin
melemah. Para pendidik, khususnya para guru, lebih khusus lagi para pendidik
dan guru yang berkecimpung pada sekolah keagamaan atau sekolah yang dikelola
oleh Organisasi Keagamaan, harus mengambil perhatian masalah ini dan mencari
cara-cara pemecahannya.
2.6. Meningkatkan Kualitas Guru
dalam Proses Belajar Mengajar
A. Tantangan dunia pendidikan
Proses globalisasi merupakan keharusan sejarah yang tidak mungkin
dihindari, dengan segala berkah dan mudhoratnya. Bangsa dan negara akan dapat
memasuki era globalisasi dengan tegar apabila memiliki pendidikan yang
berkualitas. Kualitas pendidikan, terutama ditentukan oleh proses belajar
mengajar yang berlangsung di ruang-ruang kelas. Dalam proses belajar mengajar
tersebut guru memegang peran yang penting. Guru adalah kreator proses belajar
mengajar. la adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa
untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan
kreativitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten.
Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi anak didik. Kebesaran jiwa,
wawasan dan pengetahuan guru atas perkembaagan masyarakatnya akan mengantarkan
para siswa untuk dapat berpikir melewati batas-batas kekinian, berpikir untuk
menciptakan masa depan yang lebih baik.
Tugas utama guru adalah mengembangkan potensi siswa secara maksimal
lewat penyajian mata pelajaran. Setiap mata pelajaran, dibalik materi yang
dapat disajikan secara jelas, memiliki
nilai dan karakteristik tertentu yang mendasari materi itu sendiri. Oleh karena
itu, pada hakekatnya setiap guru dalam menyampaikan suatu mata pelajaran harus
menyadari sepenuhnya bahwa seiring menyampaikan materi pelajaran, ia harus pula
mengembangkan watak dan sifat yang mendasari dalam mata pelajaran itu sendiri.
Materi pelajaran dan aplikasi nitai-nilai terkandung dalam mata pelajaran
tersebut senantiasa berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Agar
guru senantiasa dapat menyesuaikan dan mengarahkan perkembangan, maka guru
harus memperbaharui dan meningkatkan ilmu pengetahuan yang dipelajari secara
terus menerus. Dengan kata lain, diperlukan adanya pembinaan yang sistematis
dan terencana bagi para guru.
B. Karakteristik kerja guru
Semua di antara kita sudah sangat akrab dengan guru, baik sering
berhubungan, membawahi ataupun jadi guru sendiri. Tetapi, berapa banyak di
antara kita yang pernah merenungkan sesungguhnya bagaimana kerja guru itu?
Pemahaman akan hakekat kerja guru ini sangat penting sebagai landasan dalam
mengembangkan program pembinaan dan pengembangan guru. Kalau direnungkan secara
mendalam, maka kita akan dapat menemukan beberapa karakteristik kerja guru,
antara lain:
1.
Pekerjaan guru adalah pekerjoan yang bersifat
individualistis non colaboratif.
2.
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang dilakukan
dalam ruang yang terisolir dan menyerap seluruh waktu.
3.
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan
terjadinya kontak akademis antar guru rendah.
4.
Pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan
balik.
5.
Pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung
waktu kerja di ruang kelas.
Marilah kita bicarakan satu persatu karakteristik guru di atas.
Karakteristik pertama, pekerjaan guru bersifat individualistis non colaboratif,
memiliki arti bahwa guru dalam melaksanakan tugas-tugas pengajarannya memiliki
tanggung jawab secara individual, tidak mungkin dikaitkan dengan tanggung jawab
orang lain. Pekerjaan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dari
waktu ke waktu dihadapkan pada pengambilan keputusan dan melakukan tindakan.
Dalam pengambilan keputusan dan tindakan itu harus dilaksanakan oleh guru
secara mandiri. Sebagai contoh, di tengah proses belajar mengajar berlangsung
terdapat siswa yang tertidur sehingga siswa yang lain berisik. Guru harus
mengambil keputusan dan menentukan tindakan saat itu, dan
tidak mungkin meminta pertimbangan teman guru yang lain. Oleh karena
itulah, wawasan dan kecermatan sangat penting bagi seorang guru.
Karakteristik kedua, pekerjaan
guru adalah pekerjaan yang dilakukan dalam ruang yang terisolir dan menyerap
seluruh waktu. Hal ini sudah diketahui bersama, bahwa hampir seluruh waktu guru
dihabiskan di ruang-ruang kelas bersama para siswanya. Implikasi dari hal ini
adalah bahwa keberhasilan kerja guru tidak hanya ditentukan oleh kemampuan
akademik, tetapi juga oleh motivasi dan dedikasi guru untuk terus dapat hidup
dan menghidupkan suasana kelas.
Karakteristik ketiga, pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan
terjadinya kontak akademis antar guru rendah. Bisa dicermati, setiap hari
berapa lama guru bisa berinteraksi dengan sejawat guru. Dalam interaksi ini apa
yang paling banyak dibicarakan. Banyak bukti menunjukkan bahwa interaksi
akademik antar guru sangat rendah. Kalau dokfer ketemu dokter yang paling
banyak dibicarakan adalah tentang penyakit, penemuan teknik baru dalam
pengobatan. Kalau insinyur ketemu insinyur, yang dibicarakan adalah adanya
teknik baru dalam membangun jembatan, penemuan untuk meningkatkan daya bangunan
air, dan sebagainya. Tetapi apabila guru ketemu guru, apa yang dibicarakan?
Rendahnya kontak akademik guru ini di samping dikarenakan soal waktu guru yang
habis diserap di ruang-ruang kelas, kemungkinan juga karena kejenuhan guru
berinteraksi akademik dengan para siswanya.
Karakteristik keempat, pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan
balik. Umpan balik adalah informasi baik berupa komentar ataupun kritik atas
apa yang telah dilakukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, yang
diterima oleh guru. Berdasarkan umpan balik inilah guru akan dapat memperbaiki
dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajarnya. Muncul pertanyaan, kalau
guru tidak pernah mendapatkan umpan balik, bagaimana guru dapat memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pengajarannya?
Karakteristik kelima, pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung
waktu kerja di ruang kelas. Waktu kerja guru tidak terbatas hanya di
ruang-ruang kelas saja. Dalam banyak hal, justru waktu guru untuk mempersiapkan
proses belajar mengajar di ruang kelas lebih lama. Berkaitan dengan padatnya
waktu guru itu, muncul pertanyaan kapankah guru dapat merenungkan melakukan
refleksi atas apa yang telah dilakukan bagi para siswanya?
Di samping karakteristik pekerjaan guru, karakteristik disiplin ilmu
pengetahuan sangat penting artinya untuk difahami, khususnya oleh guru sendiri.
Sebab, guru harus menjiwai disiplin ilmu yang harus diajarkan. Di Amerika
Serikat, misalnya, kalau ada konferensi guru-guru, orang akan segera dapat
membedakan guru berdasarkan disiplin ilmu yang diajarkan: mana guru matematik
dan mana guru ilmu sosial.
Namun realitas menunjukkan bahwa kualitas guru belum sebagaimana yang
diharapkan. Berbagai usaha yang serius dan sungguh-sungguh serta terencana
harus secara terus menerus dilakukan dalam pengembangan kualitas guru.
Berdasarkan karakteristik kerja guru sebagaimana dikemukakan di atas,
berbagai cara pembinaan guru telah dilaksanakan. Teknik pembinaan yg telah
dikembangkan dan diterapkan adalah dengan sistem PKG. Di samping itu, telah
dikembangkan pula MGMP dan SKG. Untuk meningkatkan dan memperdalam penguasaan
materi telah dilaksanakan pula Kursus Pendalaman Materi (KPM), dan untuk dapat
mengikuti perkembangan teknologi telah dilatihkan pemanfaatan komputer dalam
pengajaran matematika.
2.6. Mempersiapkan Guru untuk Masa
Depan
Sungguhpun sudah begitu banyak upaya dan kegiatan untuk meningkatkan
mutu guru, hasil-hasil evaluasi tahap akhir siswa menunjukkan bahwa nilai
mereka belum mengalami kenaikan yang berarti. Kalau kita menggunakan pola pikir
linier:
Penataran Guru ---» Mutu Guru Meningkat ---» Kualitas Kerja
Guru Meningkat ---» Mutu Siswa Meningkat
Sudah barang tentu dapat disimpulkan bahwa penataran yang telah
dilaksanakan telah berhasil meningkatkan mutu guru, tetapi belum berhasil
meningkatkan mutu kerja guru, sehingga mutu siswa belum meningkat. Barangkali
dilihat dari semboyan PKG: Dari Guru-Oleh Guru-Untuk Guru, tujuan PKG sudah
dicapai. Mungkin semboyannya perlu diubah, menjadi: Dari Guru, Oleh Guru, Untuk
Guru dan Siswa. Mengapa mutu guru telah berhasil ditingkatkan tetapi kemampuan
kerja guru belum meningkat? Salah satu jawaban bisa kita kembalikan pada salah
satu karakteristik kerja guru, yakni guru adalah pekerjaan yang tidak pernah
mendapatkan umpan balik. Hal ini logis, karena tanpa umpan balik guru tidak
tahu kualitas apa yang dikerjakan, tidak tahu di mana kelemahan dan
kelebihannya, dan akibatnya guru tidak tahu mana yang perlu ditingkatkan.
Oleh karena itu, nampaknya di samping meneruskan kegiatan pembinaan yang
telah ada selama ini, pembinaan guru diarahkan untuk mengembangkan suatu sistem
dan teknik bagi guru untuk bisa mendapatkan umpan balik dari apa yang dikerjakan
dalam proses belajar mengajar. Dua model peningkatan mutu yang perlu
dipertimbangkan adalah a) memperkuat hidden curriculum dan b)
mengembangkan teknik refleksi diri (seff-reffection).
A. Hidden curriculum
Hidden curriculum adalah proses penanaman
nilai-nilai dan sifat-sifat pada diri siswa. Proses ini dilaksanakan lewat
perilaku guru selama melaksanakan proses belajar mengajar. Untuk menanamkan
sikap disiplin, guru harus memberikan contoh bagaimana perilaku mengajar yang
disiplin. Misalnya, memulai dan mengakhiri pelajaran tepat pada waktunya. Kalau
guru bertujuan menanamkan kerja keras pada diri siswa, maka guru memberikan
tugas-tugas yang memadai bagi siswa dan segera diperiksa dan dikembalikan
kepada siswa dengan umpan balik. Pengembalian tugas-tugas siswa tanpa ada umpan
balik pada kertas pekerjaan secara langsung akan menanamkan sifat tidak usah
kerja keras. Karena siswa beranggapan kerja mereka tidak dibaca guru.
Kegiatan pembinaan yang diperlukan adalah:
1.
Mengkaji
secara lebih mendalam
makna hidden curriculum.
2.
Secara sadar merancang pelaksanaan hidden
curriculum.
3.
Mengidentifikasi momen untuk melaksanakan hidden
curriculum.
B. Self-reflection
Self-reflection adalah suatu kegiatan untuk mengevaluasi proses belajar
mengajar yang telah dilaksanakan untuk mendapatkan umpan balik dari apa yang
telah dilakukan. Umpan balik tersebut antara lain berupa: a) pemahaman siswa
tentang apa yang telah disampaikan, b) perilaku guru yang tidak efisien dan
tidak efektif, c) perilaku guru yang efisien dan efektif, d) perilaku yang
perlu diperbaiki, e) perilaku yang diinginkan oleh siswa dan, f) perilaku yang
seharusnya dikerjakan. Berdasarkan self-reflection inilah guru akan memperbaiki
perilaku dalam proses belajar mengajar.
Paling tidak ada dua cara bagi guru untuk melakukan self-reflection,
yakni: a) guru menampung pendapat siswa pada setiap akhir kuartal dan, b) guru
malaksanakan action research. Cara yang pertama dilakukan lewat cara guru
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang mengungkap bagaimana perilaku selama
mengajar, dan memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk dijawab oleh
siswa. Berdasarkan jawaban tersebut guru akan mendapatkan gambaran diri pada
waktu melaksanakan proses belajar mengajar.
Action research, sebagai cara kedua, merupakan kegiatan meneliti sambil
mengajar atau mengajar yang diteliti. Siapa yang mengajar dan siapa yang
meneliti? Guru sendiri yang melakukan keduanya datam waktu yang sama.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Guru yang berkualitas adalah seorang pendidik.
Pendidik adalah kependidikan yang berkualilifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong,tutor Yang sesuai dengan kekhususannyha, serta berpartisipas
idalam menyelenggarakan pendidikan
3.2. Saran
Pendidikan di Indonesia seharusnya dilakukan
pemerataan. Agar setiap daerah tidak memiliki ketertinggalan dalam pendidikan.
Untuk pemerataan, kita juga perlu memperhatikan tehnologi, fasilitas,
transfortasi, dan tenaga pendidik. pendidikan juga membutuhkan guru yang
berkualitas, alat yang bisa menambah minat belajar siswa/i dan jg biaya
pendidikan yang terjangkau. Agar pendidkan di Indonesia berkualitas dan
beridentitas
Ps : Maaf ya teman blogger, gak rapi susunannya :) (saya malas merapikannya)
Makalah yang bagus
BalasHapushttps://gvindsa.blogspot.com